Aku mulai menyipitkan mata, suasana di tempat ini
terasa tidak nyaman dan bising tiba-tiba. Yeah, disini tempat tiap hari aku
menunggu bus untuk pulang kerumah. Di ujung jalan aku melihat seorang anak
sedang habis dihajar tiga orang preman dengan badan penuh tato. Disisi lain
jalan aku melihat seorang anak laki-laki kira-kira berumur 4 tahun dengan baju
lusuh bernyanyi sambil bertepuk tangan di ambang pintu angkot. Di seberang
jalan aku melihat seorang ibu duduk menunggui dagangannya yang sudah dari tadi
pagi tak ada penglaris.
Hari ini terasa sangat bising, tapi aku malas pulang
kerumah. Aku yakin di rumah akan aku dengar suara yang lebih bising lagi.
Dimana ayah akan berteriak mencaci maki ibu dengan kasar, dan ibu memberi
perlawanan dengan melempar semua benda yang ada di sampingnya. Belum lagi suara
tangis Erika, balita usang berumur 2
tahun yang kemana-mana masih nyaman dengan popok penuhnya. Rumah berantakan,
istilah “rumahku istanaku” tidak pantas dicanangkan di rumahku.
Aku mulai memutar otak, aku ingin pergi ke suatu
tempat yang membuat diriku merasa nyaman. Tempat dimana aku bisa memejamkan
mata dengan damai tanpa mendengar suara-suara sumbang atau caci maki yang tak
enak untuk di cerna otak.
Aku memutuskan untuk kembali ke sekolah, sekolah
sudah sepi. Tak ada satu pun orang yang lalu lalang seperti saat jam pelajaran
di mulai hingga pulang. Aku meneruskan langkah kaki ku ke kantin sekolah, sudah
sepi, ibu kantin sudah bersiap membawa pergi wadah-wadah dagangannya yang sudah
ludes terjual.
Aku berbalik kea rah Lapangan basket di belakang
kantin sekolah, tak kalah sepi dengan kantin. Disini, ditempat ini biasanya aku
mengerutkan dahi saat mendengar gadis-gadis labil berteriak menyemangati pemain
basket yang merupakan senior paling ganteng atau pacar mereka. Aku heran, tiap
kali melihat kehebatan mereka bermain basket, tak satu pun kata dapat aku
keluarkan dari mulut, apalagi berteriak. Mereka memang mengagumkan, aku suka. Tapi
tidak sehiperbola gadis-gadis berbedak tebal itu.
Aku duduk di tempat biasa gadis-gadis itu berteriak
histeris. Ku tekuk kakiku dan menempelkan dagu pada lututku. Aku melihat ke arah
Lapangan yang kosong.
Dan tiba-tiba…
“kamu Sania kan??” ujar seseorang di belakangku,
Aku segera menoleh dan terjaga dari lamunanku,
“iya, gue Sania. Ada apa?” jawabku setelah melihat
sosok yang dari tadi aku lamuni kehebatannya,
“oh, kenapa jam segini masih di sekolah? Ada eskul?” aku pikir ini pertanyaan basa-basi dari dia,
“lagi males pulang..” jawabku sembari memalingkan
muka,
“ok” dia menggaruk kepala “biar aku temenin ngobrol
yah..” tawar nya pelan,
“gak usah, gue lebih nyaman sendirian” jawabku mulai
risih dengan keadaan ini,
“yakin? Gak ada orang lagi di sekolah loh… gak takut?”
nada bicaranya seperti menakut-nakutiku,
Ah, keadaan sesepi ini sama sekali tidak membuatku
takut. Bahkan nyaman dan tenang.
“gak ada yang gue takutin” jawabku mulai kesal,
“ok.. ok.. calm down.. aku temenin duduk disini aja..
tanpa suara..” dia berkata tanpa dosa dan duduk di sebelahku,
Aku sama sekali tidak peduli, kuteruskan meletakkan
daguku di lutut dan memandang tenang ke arah Lapangan yang kosong. Sekitarku mulai
terasa nyaman dan membuat badanku melayang.
Tiba-tiba dari kejauhan Lapangan sekolah aku melihat
ada seorang kakek-kakek mendekat ke arahku, Ia membawa sebuah buku yang di
jepit di lengannya.
“ Sania namamu kan?” tanyanya yang ku jawab dengan
anggukan,
“kau bosan dengan kehidupanmu ini??” aku kembali
mengangguk,
“bagaimana dengan orang tuamu?? Apakah mereka menyebalkan??”
dia memberiku pertanyaan yang ku jawab sekali lagi dengan anggukan,
“apa yang kau inginkan terjadi pada mereka berdua?”
pertanyaanya kali ini membuatku membuka mulutku untuk berbicara,
“aku ingin mereka berdua segera pergi jauh dan tak
usah kembali lagi, aku ingin hidup sendiri di rumah dengan tenang..” jawabanku
ini membuat bulu kuduk ku sendiri berdiri,
“kau dapatkan itu…” jawab sang kakek,
“San… San… Sania!” aku mendengar suara di sebelahku,
“hah? Kenapa???” ternyata aku terbangun dari tidurku,
“ya ampun??? Di diemin malah ketiduran yah?” Tanya pemain
basket itu kepadaku,
“eerr.. gue
mau pulang dulu, udah sore.. “ aku bergegas meninggalkannya yang kebingungan
dan segera pulang ke rumah,
Komplek perumahan tempat aku tinggal tampak lebih
sepi dari biasanya, aku bergegas menuju kea rah rumahku, ramai orang berkumpul
di depan rumahku,
Aku mendengar suara tangisan dan beberapa suara orang
seperti berdoa atau…
Oh Tuhan, ada yang meninggal di rumahku??
Aku segera masuk ke rumah dan..
Aku mendapati ayah dan ibu di baringkan di ruang tamu
dikelilingi orang-orang yang sedang membaca yasin.
Lututku lemas jantungku berdetak lebih cepat dari
sebelumnya, kepalaku terasa di hantam dari belakang. Aku meliha Erika tidur lelap di dalam box nya
di sudut ruangan. Ya tuhan, sekarang aku sendiri yang akan merawat Erika??
Aku berteriak kencang dan mulai sesak menahan tangis,
aku pun mulai teriak menangisi apa yang sudah terjadi. Aku berusaha bernafas
tapi dadaku makin terhimpit perasaan sedih dan sesak. Aku langsung tersadar
bahwa aku sangat menyayangi mereka. Aku teringat wajah ibu yang lembut
tersenyum saat menyiapkan sarapan buat kami dan wajah ayah yang selalu tertawa
saat melihatku menumpahkan semua makanan ikan ke dalam kolam.
Tuhan, aku sangat menyayangi mereka, seandainya waktu
dapat di putar kembali ke masa itu, aku tak ingin waktu berjalanan ke masa
sekarang. Meraka satu-satunya di dunia
ini yang sangat mencintaiku dan Erika, jangan ambil mereka ya Tuhan. Aku butuh
mereka!
“San.. San.. Sania..!!”
“SANIAAA!!”
Aku kaget setengah mati dan terhentak hingga jatuh ke
bawah kursi tempat aku duduk,
Manusia bau keringat di sebelahku ini tertawa
terbahak-bahak.
“kamu tidur pulas banget? Uda gelep nih, pulang lah..”
ya ampun dia menertawakanku dan mengejekku,
Ah aku tidak peduli, yang aku pikirkan sekarang
adalah cepat pulang kerumah, bisa memeluk Ayah, Ibu dan Erika si balita usang itu.
Aku berlari ke rumah dan melihat ayah dan ibu duduk
di ruang tamu, aku peluk mereka baerdua dan ku ucapkan kata-kata yang seumur
hidup belum pernah aku ucapkan.
“ayah, Ibu, aku sangat mencintai kalian”.
Siapapun mereka, jadi apapun mereka di dunia, dan
apapun yang mereka lakukan hanya satu hal yang aku tau, mereka adalah malaikat
di kehidupanku, malaikat yang sesungguhnya dari Tuhan, dan ku terima apa adanya
mereka.
_Saski_
~Teruntuk Mama&Papa yang mencintaiku dari roh ku
dihembuskan ke bumi hingga saat ini~
No comments:
Post a Comment
Thanks for comment ^_^